NASEHAT    KHUTBAH    ADAB    SIROH    FATWA    SYI'AH    BAHASA ARAB    PENYEJUK HATI    DO'A DAN ZIKIR   
Diberdayakan oleh Blogger.

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH 03






Sekarang kita masuk pada pembahasan Tauhīd Ar Rububiyyah.

Saya sebutkan bahwasanya rukun tauhīd rububiyyah ada 3 (tiga), yaitu:

(1) Allāh satu-satunya Pencipta alam semesta ini.
(2) Allāh satu-satunya Penguasa atau Pemilik alam semesta ini.
(3) Allāh satu-satunya Pengatur alam semesta ini.

Dan ini benar, bahwasanya tidak ada yang menciptakan, kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Makanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan, menantang hal ini dalam banyak ayat, diantaranya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ 

اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

"Wahai manusia sekalian, dibuat perumpamaan bagi kalian maka dengarkanlah, sesungguhnya yang kalian sembah selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak akan mampu menciptakan seekor nyamuk, meskipun mereka bersatu padu."

Mereka tidak akan mungkin bisa menciptakan seekor lalat, padahal lalat itu adalah hewan yang hina, hewan yang kecil, tetapi tidak ada yang bisa menciptakan seekor lalat, meskipun yang disembah selain Allāh bersatu-padu.

Oleh karena itu, jika disuruh bersatu padu, misalnya budha disuruh gabung dengan Nabi 'Īsā 'alayhissalām atau dengan yang lainnya, dengan malāikat, tidak akan bisa menciptakan seekor lalat. Karena yang menciptakan adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dalam hadīts yang lain kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang adzab yang pedih bagi orang yang membuat patung bernyawa.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِى، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ 

شَعِيرَةً

Allāh 'Azza wa Jalla berfirman:

"Dan siapa yang lebih zhālim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku? Hendaklah ia ciptakan biji kecil atau biji tepung atau biji gandum." (Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 5953 dan Muslim nomor 7559).

⇒Ada juga yang menterjemahkan dengan semut.

Tidak usah gajah, coba ciptakan semut saja, lalu bisa jalan, bisa bergerak, dan tidak ada yang bisa.

Atau ciptakan biji. Siapa yang bisa ciptakan biji?

Kemudian jika ditanam, maka dia tumbuh, siapa yang bisa?

Seluruh ahli teknologi di dunia ini berkumpul, tidak usah hewan, ciptakan biji saja untuk ditumbuhkan di tanah kemudian tumbuh, tidak ada yang bisa. Karena yang menciptakan biji hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ada orang China katanya bisa membuat telur. Apa benar bisa bikin telur?

Telur yang dibikin cuma bisa digoreng, jika dieramkan, tidak akan bisa menetas.

Kenapa ?

Karena tidak Ada yang bisa memberi ruh, yang bisa menciptakan hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya, tidak boleh seorang meyakini ada yang beserta Allāh yang ikut mencipta.

Barang siapa yang meyakini ada yang beserta Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang ikut mencipta atau ada yang membantu Allāh Subhānahu wa Ta'āla mencipta, maka dia telah terjerumus dalam kesyirikan dalam rububiyyah.

Yang kedua, dalam masalah pemilikan (rukun kedua dalam tauhīd rububiyyah).

Kita tahu bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla satu-satunya yang mencipta, maka kitapun yakin bahwasanya seluruh alam semesta ini hanyalah milik Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan:

وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ

"Dan yang kalian sembah selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mereka sama sekali tidak memiliki meskipun hanya qithmīr."

⇒Qithmīr itu kulit ari yang ada pada biji kurma.

Jika kita makan kurma ada bijinya, pada bijinya ada kulit ari. kulit itu sangat tipis. Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak ada yang memiliki kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kenapa?

Karena anda boleh memiliki jika anda mencipta.

Anda tidak pernah menciptakan kurma, bagaimana bisa anda memilikinya?

Artinya, pemilik sesungguhnya di alam semesta ini hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian, kitapun meyakini bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang mengatur alam semesta ini.

Tidak ada satupun makhluk yang ikut serta dalam pengaturan alam semesta. Hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla sendiri yang mengatur alam semesta. Yang ada, yang berjalan (berlangsung) di alam semesta ini, di langit dan di bumi, hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang mengatur.

Dalam ayat surat Sabā ayat 22, kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ

 وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ

Katakanlah, "Serulah mereka yang kalian anggap Tuhan selain Allāh, mereka sama sekali tidak memiliki sebesar dzarrahpun yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Dan mereka tidak punya sedikitpun saham dalam penciptaan langit dan bumi. Bahkan mereka tidak membantu Allāh sama sekali."

⇒Dzarrah itu maksudnya sesuatu yang sangat kecil.

Sebagian ahli tafsir menyatakan, dzarrah itu bisa ditafsirkan dengan tiga tafsiran:

① Ada yang menafsirkan, dzarrah itu semut kecil.

② Ada yang menafsirkan, dzarrah itu adalah seorang tatkala menepuk tangannya di tanah, kemudian tersisa butiran-butiran kecil ditangannya, satu butir diambil itulah dzarrah.

③ Ada yang mengatakan, dzarrah itu adalah jika di kaca kemudian datang sinar matahari, kemudian terlihat butir-butiran, satu butiran itu namanya dzarrah.

⇒Jadi ukurannya  sangat kecil.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla, "Mereka, sesembahan-sesembahan kalian itu, tidak memiliki sedikitpun yang ada di langit atau di bumi."

وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ

"Dan mereka tidak punya satu sahampun dalam penciptaan langit dan bumi."

Jadi tidak ada yang membantu Allāh Subhānahu wa Ta'āla sama sekali.

وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ

"Dan mereka tidak membantu Allāh sama sekali."

Jadi kepemilikan itu bisa satu benda dimiliki bersama atau tidak ikut memiliki tapi membantu dalam membuat benda tersebut.

⇒Ini semua ternafi'kan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menciptakan sendiri dan tidak ada satu dzatpun yang ikut serta memiliki langit dan bumi.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla, "Satu dzarrah pun di langit dan di bumi tidak ada yang ikut serta memiliki, hanya Aku sendiri."

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla, "Satu lembar daun yang ada di bumi yang mempunyai hanya Saya, tidak ada pencipta lain yang ikut serta dalam menciptakan dan dalam pemilikan. Kemudian tidak ada yang membantu sama sekali dalam membuat/mengkreasi alam semesta ini."

Ini ayat disebutkan sebagai ayat yang membathilkan kesyirikan dari asalnya (pokoknya).

Kenapa?

Jika dzat lain berhak disembah, mungkin dia ikut serta bantu Allāh atau mungkin dia ikut memiliki alamsemestaa sehingga berhak untuk disembah.

Tapi Allāh bilang, "Tidak ada yang berhak untuk disembah."

Kenapa?

Karena tidak ada yang memiliki saham sama sekali atas alam semesta (kecuali Allāh).

Mungkin dia ikut Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam membantu mengurusi alam semesta?

Jawabannya juga: Tidak ada.

Maka dia tidak berhak untuk disembah.

Bahkan yang terakhir:

وَلَا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ عِندَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ

"Dan tidaklah berguna syafā'at, di sisi Allāh melainkan bagi orang-orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafā'at itu." (QS Sabā: 23).

Mungkin ada yang mengatakan, "Saya sembah makhluk ini karena ia bisa beri syafā'at di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Kata Allāh:

"Itupun tidak ada! Dia tidak bisa memberi syafā'at, kecuali Aku izinkan."

⇒Jadi, segala pintu-pintu kesyirikan tertutup, kenapa kita Masih harus menyembah selain Allāh?

Kalau dia itu ikut serta mencipta makan engkau berhak menyembah dia. Atau dia punya saham dalam pemilikan alam semesta atau dia ikut membantu atau dia bisa memberi syafā'at, meskipun saya tidak izinkan.

Seperti halnya seorang menteri memberi syafā'at di hadapan presiden. Dia memberi syafā'at sendiri karena presiden butuh kepada menteri, maka menteri bisa memberi syafā'at di hadapan presiden.

Semua pintu-pintu kesyirikan tertutup. Kalau begitu tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Makanya ayat ini disebut ayat pamungkas untuk menghilangkan kesyirikan dari asalnya.

Inilah rukun-rukun dari tauhīd rububiyyah.

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Rajab 1438 H / 19 April 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 3 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-FA-AqidahAhlusSunnah-03
⬆ Sumber: https://youtu.be/DiHqgSWC1Ag
~~~~~~~

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH 02



Sering timbul pertanyaan, "Dari mana pembagian tauhīd menjadi 3 ?"

Bahwasanya tauhīd ada tiga, yaitu:

⑴ Tauhīd Uluhiyyah,
⑵ Rububiyyah dan
⑶ Asma' wa sifat.

Sampai sebagian orang mengatakan itu sama dengan trinitas. Trinitasnya orang-orang Nashara  yang mengatakan tuhan bapak, tuhan anak dan tuhan ruhul qudus.

Kita katakan, ini adalah suatu kebathilan. Tidak benar penyamaan tersebut, apakah setiap yang tiga dikatakan trinitas? Tentunya tidak benar.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla, intinya Maha Esa dalam segala hal. Tetapi pembagian ini muncul karena ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin.

Kenapa?

Sebenarnya tauhīd datang sejak awal menjadi satu kesatuan, tidak pembedaan antara uluhiyyah, rububiyyah dan asma' wa sifat.

Namun muncul penyimpangan dari orang-orang musyrikin, sehingga mereka menyimpang dalam suatu konten dari keimānan kepada Allāh. Mereka menyimpang dalam tauhīd al uluhiyyah.

Sehingga perlu penjelasan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bahwasanya kalian telah benar dalam satu poin, tetapi salah dalam poin yang lain.

Sebenarnya tidak perlu pembagian ini, pembagian ini dilakukan dalam rangka untuk menyatukan kembali.

Jadi tauhīd dibagi tiga, bukan untuk memetakan menjadi 3, tidak!  Tetapi untuk menyatukan, karena ada orang yang salah dalam bertauhīd.

Saya ulangi, asalnya tauhīd itu satu, tidak perlu ada pembagian tauhīd uluhiyyah, rububiyyah dan asma' wa sifat.

Kenapa ada pembagian tersebut?

Datangnya pembagian dalam rangka untuk mengkoreksi terjadinya kesalahan.

Seperti misalnya orang jika sudah pandai bahasa Arab, tidak perlu pakai nahwu dan sharaf.  Akan tetapi ada orang yang nahwunya benar tapi sharafnya ngawur. Maka perlu ada pembagian, ini ilmu nahwu, ini ilmu sharaf.

Jadi, karena adanya penyimpangan dalam tauhīd, maka ada pembagian.

Ternyata mereka berimān pada masalah rububiyyah.

Dalam ayat banyak sekali:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Dan sungguh jika kalian bertanya kepada mereka, "Siapa yang menciptakan langit dan bumi?" Sungguh-sungguh benar-benar mereka akan berkata, "Allāh Subhānahu wa Ta'āla." (QS Az Zumar: 38 dan Luqmān: 25).

Jika engkau bertanya kepada mereka, siapa yang menciptakan mereka?

Maka mereka akan menjawab, "Allāh yang menciptakan kami."

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهم لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Dan sungguh Jika kalian bertanya kepada mereka, "Siapa yang menciptakan diri mereka?" Sungguh-sungguh benar-benar mereka akan berkata, "Allāh." (QS Az Zukhruf: 87).

قُل لِّمَنِ الْأَرْضُ وَمَن فِيهَا إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ 

مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ 87

Katakanlah, "Kepunyaan siapa bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"

Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allāh." Katakanlah, "Apakah kamu tidak ingat?"

Katakanlah, "Siapa Tuhan Pemilik langit yang tujuh dan Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung?"

Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allāh", katakanlah, "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"

(QS Al Mukminūn: 84-87).

Mereka mengakui itu semua. Masalahnya mereka salah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ 22

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rejeki untukmu, karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allāh, padahal kamu mengetahui." (QS Al Baqarah: 21-22).

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan:

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Maka (jika demikian), janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allāh (dalam masalah peribadatan)."

Jadi yang ingin saya sampaikan, bahwasanya kenapa para ulamā membaginya menjadi tiga?


YANG PERTAMA |Pembagian tersebut datang secara thabi-i karena adanya penyimpangan dalam sebagian keimānan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla

Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla membedakan antara tauhīd rububiyyah dengan tauhīd uluhiyyah.

Dalīlnya yang paling kuat adalah ayat tadi dan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di surat Yusuf ayat 106:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

"Dan sebagian besar dari mereka tidak berimān kepada Allāh, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allāh (dengan sesembahan lain)."

Berarti mereka ada yang berimān dengan benar dan ada yang berimān dengan keliru, karena  tidak mungkin imān dan syirik digabungkan. Berarti ada bagian tauhīd yang mereka benar dan bagian tauhīd yang mereka keliru.

Para ulamā berusaha untuk mengenal apa kekeliruannya. Ternyata mereka keliru dalam tauhīd uluhiyyah, mereka sudah benar dalam tauhīd rububiyyah. Mereka berimān dalam masalah rububiyyah dan mereka musyrik dalam tauhīd uluhiyyah.

Maka datang Al Qurān membagi hal tersebut untuk membenahi, bahwasanya tauhīd rububiyyah dan uluhiyyah itu konsekuensi yang tidak bisa dipisahkan.

Jika anda salah dalam uluhiyyah, berarti anda salah dalam rububiyyah.

Tidak benar seseorang berimān dalam rububiyyah kemudian dia menyimpang dalam uluhiyyah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

"Dan sebagian besar dari mereka tidak berimān kepada Allāh, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allāh (dengan sesembahan lain)."


YANG KEDUA| Pembagian ini hanya sekedar metode

Dan memang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah membagi tauhīd menjadi tiga, secara lafazh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah membaginya.

Sama seperti Nabi tidak pernah membagi hukum fiqih menjadi lima.

Tidak ada dalam dalīl, bahkan hadīts yang palsupun tidak ada.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata ketahuilah hukum fiqih terjadi menjadi 5, yaitu:

⑴ Wajib
⑵ Mustahabb
⑶ Mubah
⑷ Makruh
⑸ Harām

Ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengajarkannya.

Tetapi para ulamā meneliti, bagaimana hukum-hukum yang dikerjakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, ternyata suatu saat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang sesuatu tetapi beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam melakukannya. Berarti ini makruh, tidak sampai pada harām.

Contohnya:

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mungkin memerintahkan sesuatu, maka diasumsikan hal tersebut wajib, tetapi ternyata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah meninggalkannya. Berarti ini hukumnya mustahab.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah membaginya, tetapi para ulamā menelitinya perbuatan Nabi, maka terjadilah hukum fiqih menjadi lima.

Sama seperti tauhīd, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengatakan bahwa tauhīd menjadi tiga, tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mempraktekkannya tiga-tiganya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam,

√ Bertauhīd dalam masalah rububiyyah,
√ Bertauhīd dalam masalah uluhiyyah dan
√ Bertauhīd dalam masalah asma' wa sifat.

⇒Jadi, ini sekedar metode penjelasan.

Jika ada yang bertanya, "Ustadz, jika demikian boleh dong tauhīd dibagi menjadi lima?"

Jawabnya, terserah anda, yang penting anda menjelaskannya dengan benar.

Ada yang membagi empat, yang keempat apa ? Tauhīd hakimiyyah (maksudnya) pemerintah kāfir. Maka ini keliru!

Kita katakan, boleh pembagian terserah anda, oleh karena itu para ulamā membagi menjadi tiga ada juga yang membagi menjadi dua.

Banyak ulamā yang membagi tauhīd menjadi dua, yaitu:

⑴ Tauhīd ilmi
⑵ Tauhīd thalabi.

Tetapi maksudnya sama.

Jadi sekedar pembagian tidak menjadi masalah, yang penting apa isi/konten dari pembagian tersebut?

Maksudnya apa?

Nah kita membagi tauhīd menjadi tiga, bukan dalam rangka untuk mensyirikan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tetapi untuk membenahi orang-orang yang keliru dalam pemahaman masalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sebagaimana orang-orang musyrikin yang mereka sudah benar dalam tauhīd rububiyyah, mereka meyakini Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Pencipta, tetapi mereka salah karena mereka berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Nah kita ingin jelaskan bahwa seseorang sudah benar dalam tauhīd ini, tetapi yang ini dia keliru tauhīdnya.

Sama seperti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah membagi bahwasanya kata dalam bahasa Arab itu adalah isim, kemudian huruf dan fi'il. Tetapi Nabi mengucapkan ini semua.

Sebagian orang berusaha membuat pembagian, kata dalam bahasa Arab bisa dibagi menjadi tiga. Yang penting maksud dari pembagian itu benar dan isinya adalah benar.

Dan ternyata kita dapati bahwasanya ada ulamā-ulamā terdahulu juga yang mengisyaratkan kepada pembagian tauhīd menjadi tiga sebelum Syaikh Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāhu ta'āla.

Buku yang paling bagus yang membahas tentang ini adalah bukunya Syaikh Abdur Razzaq hafizhahullāhu ta'āla yang berjudul "Alqaulus Syadīd Fīr Rāddi 'ala Man Ankara Taqsīmat Tauhīd, tentang masalah ini, di mana beliau menyebutkan para ulamā yang membagi tauhīd menjadi tiga sebelum Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāhu ta'āla dari kalangan para ulamā salaf.

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Rajab 1438 H / 18 April 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 02 dari 13)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-FA-AqidahAhlusSunnah-02
⬆ Sumber: https://youtu.be/DiHqgSWC1Ag
~~~~

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH 01




بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونتوب إليه، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ فَإِنَّ أحسن الكلام كلام اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ


Ikhwāni fīllāh wa akhwāti fiddīn azaniyallāh waiyyakum.

Alhamdulillāh puji dan syukur kita panjatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang masih memberikan kita kesempatan untuk bisa mempelajari ayat-ayat-Nya dan hadīts-hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, dalam rangka untuk mendekatkan diri kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada kesempatan kali ini kita akan membuka pembahasan tentang buku 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karangan Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāhu Ta’alā dan kita akan membaca terjemahannya.

Buku ini adalah buku yang ringkas, isinya membicarakan tentang rukun imān ('aqidah kita), yang berisi tentang:

⑴ Imān kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⑵ Imān kepada malāikat.
⑶ Imān kepada kitāb-kitāb.
⑷ Imān kepada rasūl-rasūl.
⑸ Imān kepada hari akhirat.
⑹ Imān kepada qadar baik dan buruk.

⇒Berarti kitāb ini secara khusus (spesifik) berbicara tentang rukun Imān yang enam.

Telah diisyaratkan dalam hadīts Jibrīl, tatkala Jibrīl 'alayhissalām bertanya kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ . قَالَ " أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ 

وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Kabarkanlah kepadaku tentang imān.”

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Engkau berimān kepada Allāh, malāikat-malāikat-Nya, kitāb-kitāb-Nya, para rasūl-Nya, hari akhir dan takdir baik dan buruk." (Hadīts Riwayat Muslim nomor 8).

Itulah yang maksud dengan rukun Imān yaitu enam perkara yang merupakan landasan keimānan kita dalam Islām.

Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ، وأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، الملك الحق المبين، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه خاتم النبيين، وإمام المتقين، صلى الله عليه وعلى وعلى آلِهِ وأصحابه ومَنْ تبعهم بإحسانٍ إلى يومِ الدين، أَمَّا بَعْدُ

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Rasūl-Nya Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan membawa petunjuk dan agama yang haq, sebagai rahmat untuk alam semesta, sebagai suri tauladan bagi orang-orang yang beramal dan sebagai hujjah terhadap semua umat manusia.

Melalui beliau dan wahyu yang diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur'an dan Sunnah, Allāh telah menerangkan setiap hal yang membawa kebaikan bagi umat manusia dan kelurusan sikap dan kondisi mereka dalam bidang agama dan urusan dunia, yang berupa 'aqidah yang benar, amalan yang lurus, akhlak yang mulia dan etika yang tinggi nilainya.

Oleh karena itu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah meninggalkan umatnya di atas jalan yang lapang dan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya, siapa saja yang menyimpang dari jalan itu niscaya akan celaka dan binasa.

Dan demikianlah para umat beliau, yang memenuhi panggilan Allāh dan Rasūl-Nya, yang mereka itu sebaik-baik umat, yaitu para shahābat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Mereka telah melangkah di atas jalan tersebut dengan mengamalkan syari'at yang dibawa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan berpegang teguh serta berpegang erat-erat dengan sunnah beliau, baik berupa 'aqidah, ibadah, akhlak maupun etika.

Maka mereka itulah golongan yang senantiasa tegak dan muncul di atas kebenaran, tiada peduli dengan orang yang menghinakan dan menentang mereka, sampai datang keputusan Allāh Subhānahu wa Ta'āla merekapun tetap demikian.

Sedangkan kita, Alhamdulillāh, ikut melangkah di atas jejak mereka dan menetapi perilaku mereka yang didasari dengan Al Qurān dan Sunnah.

Kita katakan hal ini untuk menyebutkan rasa syukur kita kepada nikmat Allah Subhānahu wa Ta'ala dan untuk menjelaskan apa yang harus dilaksanakan oleh setiap orang mukmin.

Kita memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla semoga berkenan menetapkan kita serta saudara-saudara kita kaum muslimin dengan ucapan yang teguh, kalimat tauhīd dalam kehidupan dunia dan akhirat serta melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sesungguhnya Dia Maha Pemberi.

Dan mengingat pentingnya permasalahan ini serta adanya perbedaan pendapat yang didasari hawa-nafsu, maka saya ingin menulis risalah ringkas tentang 'aqidah kita, ialah 'aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, yaitu:

⑴ Imān ke pada Allāh,
⑵ Kepada para malāikat,
⑶ Kitāb-kitāb,
⑷ Rasūl-rasūl,
⑸ Hari akhirat dan
⑹ Qadar yang baik maupun yang buruk.

Dengan memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla semoga menjadikan tulisan ini ikhlās semata-mata karena Allāh, mendapat ridhā-Nya dan bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya.

Ini muqaddimah yang disampaikan Syaikh Muhammad Shālih Utsaimin di atas menjelaskan tentang rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada makhluk-Nya. Maka diantara konsekuensi rahmat Allāh, yaitu Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengirim Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menunjukkan kepada makhluk-makhluk Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada jalan yang terbaik.

√ Bagaimana ber'aqidah yang benar?
√ Bagaimana berakhlak yang benar?

Semuanya telah dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇒Beliau mengatakan mengapa beliau menulis buku ini?

Beliau mengatakan:

"Karena adanya perbedaan pendapat yang didasari hawa nafsu dan penyimpangan dalam 'aqidah sangat banyak."

"Maka saya ingin menulis risalah ringkas tentang 'aqidah kita, untuk menjelaskan mana 'aqidah yang benar, agar kita terselamatkan dari penyimpangan-penyimpangan tentang 'aqidah."

"Karena banyak orang yang menyampaikan 'aqidah tidak didasarkan kepada Al Qurān dan sunnah, tetapi:

√ Dengan hawa nafsu,
√ Ada dengan memakai perasaan,
√ Ada yang memakai mimpi,
√ Dan macam-macamnya yaitu cara beristidlal yang tidak benar."

Thayyib, kita masuk pada pembahasan inti.


IMĀN KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA’ĀLA

Beliau rahimahullāhu Ta'alā berkata:

▪Kita mengimāni rububiyyah Allāh Subhānahu wa Ta'āla (artinya) bahwa Allāh adalah:

√ Rabb,
√ Pencipta,
√ Penguasa, dan
√ Pengatur segala yang ada di alam semesta ini.

▪Kita mengimāni uluhiyah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, (artinya) Allāh adalah sesembahan yang haq, sedangkan sesembahan yang lain adalah bathil.

▪Kita mengimāni asma' dan sifat-Nya, (artinya) bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla memiliki nama yang Maha Indah serta sifat-sifat yang Maha Sempurna dan yang Maha Luhur.

Dan kita mengimāni keesaan Allāh dalam semua hal itu.

⇒Jadi yang dimaksud dengan imān kepada Allāh adalah mengtauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pertama, kita mengimāni bahwasanya Allāh itu ada, kemudian kita mengesakan Allāh, sebagaimana Allāh berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

"Katakanlah, bahwasanya Allāh Maha Esa." (QS Al Ikhlās: 1)

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Esa dalam segala hal, dalam rububiyyah-Nya, dalam uluhiyah-Nya dan dalam asma' wa sifat-Nya.

Secara sederhana, jika kita katakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Esa dalam rububiyyah, maksudnya rububiyyah adalah berkaitan dengan penciptaan, penguasaan atau pemilikan dan pengaturan. Ini disebut dengan rukun tauhīd rububiyyah.

◆ Rukun Tauhīd Rububiyah ada 3 (Tiga) :

(1) Allāh satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini.
(2) Allāh satu-satunya yang menguasai atau memiliki alam semesta ini.
(3) Allāh satu-satunya yang mengatur alam semesta ini.

⇒Kita meyakini Allāh Maha Esa dalam hal ini.

Kemudian kita juga meyakini uluhiyah Allāh, uluhiyyah artinya Allāh satu-satunya yang berhak disembah, selain Allāh tidak boleh disembah, karena yang berhak disembah hanyalah pencipta alam semesta.

Dan yang ketiga, apa yang dimaksud dengan tauhīd al asma' wa sifat, yaitu kita meyakini bahwasanya Allāh yang memiliki nama-nama yang terindah dan sifat-sifat yang sangat mulia, tidak ada satu makhlukpun dzat yang sama dalam masalah keindahan nama-nama Allāh dan dalam sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Barang siapa yang meyakini ada yang menyertai Allāh dalam rububiyyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau Asma' wa Sifat-Nya, maka dia musyrik, ini secara sederhana.

Jika kita ditanya apa yang dimaksud dengan tauhīd asma' wa sifat?

Artinya kita meyakini bahwa hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memiliki nama-nama yang terindah dan hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla memiliki sifat-sifat yang termulia. Tidak ada satu dzatpun yang  menyerupai atau menyamai Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam nama-namaNya dan sifat-sifatNya.

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Rajab 1438 H / 17 April 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 01 dari 13)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-FA-AqidahAhlusSunnah-01
⬆ Sumber: https://youtu.be/DiHqgSWC1Ag
~~~~~~

 
Copyright © 2015 Kajian Hasan Hamzah Lubis. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger