السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Kita membahas tentang "Menyambut bulan Ramadhān".
Beberapa perkara yang hendaknya kita lakukan sebelum bulan Ramadhān, yaitu:
⑵ Kita berusaha untuk membersihkan hati kita dari kotoran-kotoran dosa.
Kenapa?
Karena dibulan Ramadhān ini adalah bulan yang penuh ibadah dan karunia. Dan penuh pahala yang luar biasa.
Maka ibadah-ibadah dibulan Ramadhān dilipat gandakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sementara kita tidak akan mampu untuk melaksanakan ibadah kecuali apabila hati kita bening.
Imām Ibnu Qayyim berkata:
"Maksiat itu bisa melemahkan hati seorang hamba."
Akibat perbuatan maksiat seorang hamba adalah:
√ Lemah untuk ibadah.
√ Lemah untuk membaca Al Qurān.
Bahkan puasa Ramadhān pun terasa berat.
Makanya diantara hikmah mengapa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebelum 'Isrā Mi'rāj dibelah dulu dadanya, diambil hatinya (jantungnya), kemudian dicuci dibersihkan lalu dikembalikan lagi (dimasukan lagi).
Di antara hikmahnya adalah menunjukkan bahwa orang yang hendak bermunajat dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla hendaklah dia membersihkan dulu hatinya, dia banyak taubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka, sebelum Ramadhān kita harus banyak-banyak bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, banyak-banyak meminta ampun. kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kalau memang kita pernah berbuat zhālim dan kita belum sempat minta maaf segera minta maaf.
⑶ Berusaha untuk membiasakan ibadah-ibadah sebelum datang Ramadhān.
Kalau pepatah mengatakan, "Bisa itu karena biasa."
Kalau tidak biasa tentu tidak akan bisa.
⇒ Kalau dia tidak biasa baca Al Qurān maka tidak akan bisa menghatamkan Al Qurān.
Maka orang yang bisa menghatamkan Al Qurān itu yang membiasakan menghatamkan Al Qurān sebelumnya.
Kita berusaha untuk membiasakan amalan-amalan kebaikan, makanya salafus shālih terdahulu. Di bulan Sya'bān itu mereka bersungguh-sungguh dengan berbagai macam ibadah.
√ Membiasakan puasa
√ Membiasakan baca Al Qurān
√ dan yang lainya.
Supaya apa?
Supaya di bulan Ramadhān menjadi terbiasa.
Ini memang harus kita lakukan, sebab kalau kita tidak membiasakan kebaikan kita pasti terbiasa dengan ketidakbaikan.
Orang yang tidak biasa dengan kebaikan, biasanya dia akan biasa dengan keburukan atau dia terbiasa dengan perkara yang tidak baik dan tidak buruk.
Membiasakan berbuat sesuatu yang sifatnya mubah menjadi kebiasaan ibu-ibu.
Nonton sinetron, kalau sudah menjadi kebiasaan, untuk meninggalkannya berat.
Maka orang yang membiasakan sesuatu biasanya sulit sekali meninggalkannya.
Sekarang kewajiban kita sebagai seorang hamba berusaha untuk membiasakan dengan kebaikan, ini yang kita inginkan.
Orang yang sudah terbiasa tahajud begitu terluput dari shalāt tahajud dia pasti akan menyesal.
Orang yang sudah terbiasa untuk membaca Al Qurān akan merasa sedih ketika harinya terluput dari baca Al Qurān.
Di Saudi ada seorang laki-laki sudah tua umurnya. Terbiasa setiap harinya membaca Al Qurān 5 (lima) juz, māsyā Allāh.
Suatu hari dia harus mengalami operasi dan operasinya memakan waktu selama 10 jam, setelah selesai operasi dia siuman dan menangis.
Lalu ada yang bertanya, "Mengapa kamu menangis?"
Kata dia, "Saya terluput dari membaca Al Qurān 5 juz hari ini."
Gara-gara terluput itu dia menangis.
Kita seperti itu tidak?
Ketika kita terluput dari kebaikan dari sedekah, dari membaca Al Qurān, dari shalāt tahajud, kira-kira kita sedih tidak? Atau kita malah gembira?
Kalau kita terbiasa di atas kebaikan tentu kita akan merasakan kenikmatannya.
Oleh karena itu, sebelum Ramadhān coba kita biasakan. Kalau kita berkumpul jangan ngerumpi.
Biasakan kita membicarakan tentang ilmu atau tentang amalan-amalan yang bermanfaat.
Biasakan waktu-waktu kita, kita gunakan untuk berdzikir (Subhānallāh, Alhamdulillāh, Allāhu Akbar) sehingga di bulan Ramadhānpun kita terbiasa.
⑷ Kita berusaha untuk memotivasi diri supaya dengan datangnya Ramadhān ini kita menjadi semangat.
Semangat untuk mendapatkan ampunan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Caranya coba kita baca:
√ Apa sih keistimewaan puasa di bulan Ramadhān?
√ Apa sih keistimewaan di bulan Ramadhān?
Jika dengan datangnya bulan Ramadhān kita menjadi senang.
Ada tidak, orang apabila datang bulan Ramadhān menjadi sedih?
Ada, kenapa?
Karena selama hidupnya senangnya maksiat. Karena dia senang maksiat maka dengan datangnya Ramadhān dia tidak bisa meninggalkan maksiatnya. Jadi akhirnya sedih.
Ada lagi orang yang sangat terkagum-kagum dengan badannya yang indah (misalnya) dia sedang latihan binaraga, badannya Māsyā Allāh. Ketika datang bulan Ramadhān dia berpikir bahwa dia tidak bisa latihan secara maksimal, datangnya Ramadhān tidak disambut dengan gembira, dia menyambut Ramadhān dengan sedih.
Adalagi yang beranggapan bila Ramadhān rejekinya susah.
Inilah motivasi-motivasi duniawi. Seseorang, ketika lebih mencintai dunia akan mundur dari akhirat, sikapnya akan kurang terhadap kehidupan akhirat.
Hati kita ini seperti bejana, kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dalam hadītsnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ للَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي الأَرْضِ آنِيَةً ، وَأَحَبُّ آنِيَةِ اللَّهِ إِلَيْهِ مَا رَقَّ وَصَفَا ، وَآنِيَةُ اللَّهِ فِي
الأَرْضِ قُلُوبُ الْعِبَادِ الصَّالِحِينَ
"Sesungguhnya Allāh Azza wa Jalla memiliki bejana-bejana di muka bumi. Bejana yang paling dicintai yang paling lembut dan paling bening. Dan bejana-bejana Allāh di bumi adalah hati-hati hamba-Nya yang shalih." (HR Ahmad).
Dan bejana-bejana Allāh ini hakikatnya adalah hati orang yang berimān.
Kalau memiliki bejana, diisi sesuatu dan penuh dengan sesuatu dia tidak akan menerima yang lain.
√ Kalau diisi tanah maka bejana itu akan penuh dengan tanah, tidak akan menerima yang lain.
√ Kalau diisi air (arak, mungkin) kemudian diisi batu maka airnya akan keluar.
Demikian pula dengan orang yang mengisi hatinya dengan cinta dunia, maka cinta akhiratnya akan keluar.
Semakin besar cinta dunianya maka cinta akhiratnya akan banyak yang keluar.
Semakin bejana hati kita dipenuhi dengan cinta dunia, maka cinta akhiratpun pergi.
√ Dia tidak mengharapkan lagi akhirat.
√ Dia tidak mengharapkan pahala.
Puasapun karena ada keuntungan dunia saja.
"Kamu koq puasa? Tumben"
Iya, "Biar sehat."
Maka jangan penuhi bejana hati kita dengan cinta dunia, sebab orang yang memenuhi bejana hatinya dengan dunia maka dia akan berpaling dari kehidupan akhirat.
Bagaimana kita mencintai puasa Ramadhān?
Bagaimana caranya sehingga cinta itu membuat kita semangat?
Kalau kita tidak ada semangat, tidak ada rasa suka, yang ada adalah keterpaksaan.
Maka bila kita mencintai puasa Ramadhān pasti dengan datangnya Ramadhān ini akan senang, gembira.
Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 27 Sya'ban 1438 H / 24 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Yahya Badru Salam, Lc
📔 Materi Tematik | Menyambut Bulan Ramadhan (Bagian 3 dari 6)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AYBS-MenyambutRamadhan-03
🌐 Sumber: https://youtu.be/FfCa4yQUNOQ
-----------------------------------